MAKALAH SOR SINGGIH BASA BALI (BASA ALUS SINGGIH, ALUS MIDER, DAN ALUS SOR)
MAKALAH SOR SINGGIH BASA BALI
(BASA ALUS SINGGIH, ALUS MIDER, DAN ALUS SOR)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia di dalam kehidupan
sehari-hari, oleh karena itu manusia merupakan actor yang menentukan makna dari
komunikasi tersebut. Sebagai actor manusia suatu pesan kepada orang lain
sehingga orang lain mampu menerima pesan yang disampaikan. Oleh karena itu
“rasa berbahasa” menjadi penting di dalam komunikasi secara sosial-budaya
didalam masyarakat terlebih lagi alam masyarakat yang memiliki stratifikasi
sosial. Di sinilah fungsi bahasa saling mendukung, artinya rasa berbahasa itu
akan lestari karena didukung oleh sistem pelapisan sosial, sedangkan sistem pelapisan
sosial akan ajeg juga ditunjang oleh pemakaian bahasa yang tepat dan benar
secara sosial (Duija, 2007: 16).
Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku, adat, agama, ras, dan
golongan. Selain itu di Indonesia juga terdapat berbagai bahasa daerah, seperti
bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Sasak dan lain-lain. Bahasa daerah mempunyai
kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat penuturnya. Salah satu dari
beberapa bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Bali. Bahasa Bali
sebagai bahasa daerah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting bagi
masyarakat Bali. Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, bahasa Bali digunakan
baik pada ranah agama, ranah adat, maupun dalam kehidupan sosial lainnya. Oleh
karena itu keberadaan bahasa Bali hendaknya dipertahankan dan dikembangkan
Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah yang mempunyai sistem bahasa
yang bertingkat-tingakat (anggah-ungguhing
basa). Mengenai tingkatan-tingkatan bahasa Bali itu sekarang disebut
istilah anggah-ungguhing basa Bali, istilah ini diresmikan pada pesamuan agung bahasa Bali tahun 1974 di
Singaraja dalam acara membicarakan pembakuan bahasa Bali. Sebelumnya dalam
pergaulan di masyarakat suku Bali mengenai istilah nama tingkatan-tingkatan
bahasa Bali itu di kenal dengan istilah kasar-alus,
masor singgih atau sor singgih basa (Duija, 2007 :17).
Dalam anggah ungguhing basa Bali
dibedakan menjadi 3 bagian yaitu basa kasar, basa madia, dan basa alus. Dalam tugas ini kami akan
membahas basa alus yaitu tingkatan
bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa tertinggi atau sangat hormat. Dalam basa alus ini di bagi menjadi 3 bagian
yaitu basa alus singgih, basa bali sor,
dan basa bali mider.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah penggunaan Basa
Bali Alus di kalangan generasi muda pada era globalisasi?
1.2.2 Bagaimanakah penggunaan Bahasa Bali di kalangan masyarakat setelah
adanya isu punahnya bahasa Bali?
1.2.3 Apa sajakah bagian-bagian dari Basa
Alus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui penggunaan Basa
Bali Alus di kalangan generasi muda pada era globalisasi
1.3.2 Untuk mengetahui penggunaan
Bahasa Bali di kalangan masyarakat setelah adanya isu punahnya bahasa Bali
1.3.3 Untuk mengetahui bagian-bagian dari Basa Alus!
1.4 Manfaat
1.4.1 Agar dapat memahami bagaimana penggunaan Basa Bali Alus di kalangan generasi muda pada era globalisasi
1.4.2 Agar dapat memahami bagaimana penggunaan Bahasa Bali di kalangan
masyarakat setelah adanya isu punahnya bahasa Bali
1.4.3 Agar dapat memahami apa saja bagian-bagian dari Basa Alus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Berkurangnya Pengunaan Basa Bali Alus
Dikalangan Generasi Muda Pada Era Globalisasi
Pengunaan basa Bali alus dikalangan generasi muda sangat memprihatinkan.
Dengan majunya teknologi dan era digital banyak mempengaruhi bahasa yang
dipergunakan generasi muda di Bali khususnya bahasa Inggris yang sering disebut
dengan bahasa kekinian. Di kota maupun di Pedesaan pun sudah sama rata anak
muda saat ini memiliki handphone berbasis Android maupun IOS. Kemajuan
teknologi ini tidak diimbangi dengan kemajuan penggunaan bahasa daerah
khususnya Bahasa Bali yang terjadi malah sebaliknya yakni kemunduran terhadap
penggunaan bahasa Bali yang dikarenakan banyaknya generasi muda Bali yang
memilih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan mereka. Banyak
generasi muda yang tidak bisa berbahasa Bali dikarenakan dari kecil sudah
diajarkan berbahasa Indonesia saja.
Hal ini sejalan dengan berita Bali, Gatra.com yang mewawancarai bapak I
Gede Nala Antara pakar aksara Bali sekaligus dosen Jurusan Bahasa dan Sastra
Bali, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana yang menyampaikan bahwa generasi
muda Bali saat
ini telah mulai mengalami kemunduran dalam penggunaan bahasa Bali. Terutama
bahasa Bali dalam level lebih tinggi atau halus. Hal tersebut, katanya,
disebabkan karena Bali sebagai daerah pariwisata dan sebagai bagian dari NKRI
mengharuskan warganya berbahasa Indonesia. Selain itu, anggapan anak muda Bali
sampai saat ini, menulis maupun membaca aksara Bali masih dirasa susah.
"Wajar saja, karena Bali sebagai daerah pariwisata dan sebagai bagian dari
NKRI juga harus berbahasa Indonesia, diutamakan bahasa Indonesia, kuasai bahasa
asing dan lestarikan bahasa daerah," jelas Nala di Renon, Denpasar, Kamis
(14/2).
Dilanjutkannya, memang yang menjadi kendala adalah bahwa
bahasa Bali level tinggi merupakan bahasa Bali yang ada angah-unguhnya
(tata cara berbahasanya). Hal ini menyebabkan generasi muda Bali jadi kurang
begitu fasih dalam berbahasa Bali tersebut. "Dari sanalah penggunaan
bahasa sesuai dengan fungsinya. Penguasaan bahasa pada level lebih tinggi
dimana dan untuk bahasa Bali sehari-hari dimana," ujarnya. Maka dari itu,
Nala memandang bahwa sangat perlu peran para guru di sekolah, khususnya guru sekolah
dasar. Karena, mulai dari SD bahasa Bali perlu diperkenalkan, serta bagaimana
agar pembelajaran tersebut dapat dibuat dengan se-menarik mungkin.
"Sekarang tergantung kebiasaan dari sejak awal, bagaimana agar
pembelajaran bahasa Bali tersebut dapat dibuat dengan se-menarik mungkin. Itu
yang penting, yang harus dilakukan para guru-guru di sekolah", ucapnya.
Sembari dirinya mencontohkan, dengan peraga-peraga yang menarik misalnya dengan
game dan lain-lain yang menarik tentunya bisa membuat anak-anak menjadi
senang belajar bahasa Bali. Bisa juga disinergikan dengan IT, agar penyajiannya
tidak membosankan dan cenderung akan menarik.
2.2 Digalakkannya Kembali Penggunaan Bahasa
Bali Di Masyarakat Setelah Adanya Isu Punahnya Bahasa Bali
Bahasa Bali memiliki banyak pariasi maupun aturan penggunaan bahasa yang
berawal pada saat adanya sistem kerajaan di Bali yang kental dengan adanya
sistem catur warna yang dalam
pembagiannya terdapat Brahmana (para
pendeta), Ksatria (tokoh
pemerintahan), Weisya (para
pedagang), dan Sudra (para pekerja).
Dengan demikian, ketika kita berbicara menggunakan bahasa Bali haruslah melihat
tempat, waktu, dan dengan siapa kita berbicara dengan menggunakan sorsinggih basa. Dilihat dari tempat
kita berbicara menggunakan bahasa Bali seperti pasamuan, sangkep, dan
berbicara pada acara-acara keagamaan di Bali patutlah menggunakan basa Bali alus. Penggunaan basa Bali alus juga dapat dilihat dari
waktu apa ataupun ketika apa kita harus menggunakan basa Bali alus, seperti contohnya ketika matur ring Ida anak lingsir ring Gria (ketika berbicara kepada
pendeta di Gria) maupun ketika matur ring
Ida anaké agung ring Puri (ketika berbicara kepada golongan
ksatria/pemimpin di Puri). Begitu juga ketika kita berbicara menggunakan bahasa
Bali haruslah melihat dengan siapa kita berbicara menggunakan sorsinggih basa baik dengan ida anak
lingsir, ida anaké agung, teman, orang tua, guru, pejabat pemerintahan, maupun
yang lainnya (Adnyana, 2016: 1-2).
Pada saat ini mulai digalakkan kembali penggunaan bahasa Bali dikalangan
masyarakat setelah adanya isu bahasa Bali akan punah/hilang seiring kemajuan
teknologi dan era globalisasi. dengan adanya isu tersebut membangkitkan
semangat juang para praktisi, tokoh masyarakat maupun kalangan pemerintahan
untuk melakukan gerakan-gerakan maupun kegiatan positif dalam upaya pelestarian
bahasa, aksara, dan sastra Bali. pemerintahpun menerbitkan aturan-aturan maupun
kebijakan dalam kaitannya dengan pelestarian bahasa, aksara, dan sastra Bali
seperti contohnya penerbitan Perda No. 3 Tahun 1992 dan direvisi kembali dengan
Perda No. 1 Tahun 2018 tentang Bahasa, Aksara Dan Sastra Bali, Surat Edaran
Gubernur Bali No. 1 Tahun 1995 tentang Penulisan Papan Nama Dengan Dwi Aksara,
Pergub Bali No. 20 Tahun 2013 tentang Pelajaran Bahasa, Aksara, Dan Sastra
Bali, Pergub Bali No. 19 tahun 2016 tentang Penyuluh Bahasa Bali, Pergub Bali
No. 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, Dan Sastra
Bali, serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa.
Baca juga :
Baca juga :
2.3 Pembagian Basa Alus Beserta Contohnya
Basa alus adalah tingkatan
bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa yang tinggi atau sangat hormat. Umumnya basa alus digunakan sebagai alat
komunikasi dalam konteks percakapan adat, agama, dan pembicaraan resmi terutama
dipakai dalam rapat-rapat, seminar bahasa Bali, pesamuhan, sangkep dan sarasehan. Pada dasarnya dengan basa alus akan menunjukkan norma sopan
santun dengan sarana bahasa (Duija, 2007: 27).
Basa Bali alus dapat
dikelompokkan menjadi 3 antara lain basa
alus singgih, basa alus mider, dan
basa alus sor. Basa alus singgih
merupakan bahasa Bali yang dipergunakan ketika kita menghormati lawan bicara
ataupun kepada orang yang patut kita hormati seperti Ida anak lingsir, Ida
anaké agung, tokoh agama, pemimpin pemerintahan, maupun yang lainnya. Adapun contoh
basa alus singgih seperti dibawah ini
:
1. Ida
( Beliau/ menunjukkan orang kedua dengan penuh rasa hormat)
2. Ngandika
(Berbicara)
3. Lebar
(meninggal)
4. Makolem
(tidur)
5. Ngerayunan
(makan)
Basa alus mider merupakan
bahasa Bali yang dapat dipergunakan untuk berbicara dengan orang yang kita
hormati, dapat juga digunakan untuk berbicara dengan orang tua ataupun juga
untuk merendahkan diri saat berbicara dengan orang yang lebih kita hormati.
Intinya basa alus mider dapat
diterima oleh orang banyak atau umum yaitu bahasa yang digunakan untuk hal yang
umum, baik dengan golongan atas maupun golongan bawah. Adapun contoh basa alus mider seperti dibawah ini :
1. Rauh
(datang)
2. Mamargi
(berjalan)
3. Jinah
(uang)
4. Puput
(selesai)
5. Raris
(silakan/kemudian)
Basa alus sor merupakan bahasa
Bali yang dipergunakan ketika kita berbicara dengan orang yang patut kita
hormati namun lebih untuk merendahkan diri sendiri. Berbicara menggunakan basa alus sor itu ketika kita berbicara
kepada Ida anak lingsir atau pandita dan jero mangku. Adapun contoh basa alus sor seperti dibawah ini :
1. Padem
(meninggal)
2. Budal
(pulang)
3. Matur
(berbicara)
4. Tambet
(tidak tahu apa-apa)
5. Nglungsur
(memohon)
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pengunaan basa Bali alus dikalangan generasi muda sangat memprihatinkan.
Dengan majunya teknologi dan era digital banyak mempengaruhi bahasa yang
dipergunakan generasi muda di Bali khususnya bahasa Inggris. Hal ini sejalan
dengan berita Bali, Gatra.com yang mewawancarai bapak I Gede Nala Antara pakar
aksara Bali sekaligus dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Bali, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Udayana yang menyampaikan bahwa generasi muda Bali saat
ini telah mulai mengalami kemunduran dalam penggunaan bahasa Bali.
Bahasa Bali memiliki banyak pariasi maupun aturan penggunaan
bahasa yang berawal pada saat adanya sistem kerajaan di Bali yang kental dengan
adanya sistem catur warna yang dalam
pembagiannya terdapat Brahmana (para
pendeta), Ksatria (tokoh
pemerintahan), Weisya (para
pedagang), dan Sudra (para pekerja).
Pada saat ini mulai digalakkan kembali penggunaan bahasa Bali dikalangan
masyarakat setelah adanya isu bahasa Bali akan punah/hilang seiring kemajuan
teknologi dan era globalisasi.
Basa alus adalah
tingkatan bahasa Bali yang mempunyai nilai rasa yang tinggi atau sangat hormat.
Basa Bali alus dapat dikelompokkan
menjadi 3 antara lain basa alus singgih,
basa alus mider, dan basa alus sor.
Adnyana, Gede
Agus Budi. 2016. Melajahin Basa Bali Alus.
Denpasar : CV Kayu Mas
Agung
Duija, I Nengah.
2007. Aksara, Bahasa dan Sastra Bali.
Denpasar : Sari Kahyangan
Tinggen, I Nengah. 1994. Sor Singgih Basa Bali. Denpasar
: Rhika Dewata
Comments
Post a Comment