Sinopsis dan Unsur Instrinsik Bhagawan Domya
Sinopsis
Bhagawan Domya
Dikisahkan seorang brahmana
yang bernama Bhagawan Dhomya. Beliau memiliki tiga orang murid yang bernama
sang Utamanyu, sang Arunika, dan sang Wedha. Mereka bertiga akan diuji ketaatan
dan baktinya kepada sang guru. Yang pertama diuji adalah sang Arunika, ia
disuruh untuk bersawah sebelum diberikan ajaran dharma oleh Bhagawan Dhomya. Dengan
hati-hati dan penuh kesabaran sang Arunika mengerjakan tanggungjawab sawah yang
diberikan kepadanya. ketika benih yang ditanamnya mulai tumbuh dengan subur, hujan
turun dengan lebat yang mengakibatkan air sungai meluap hingga menenggelamkan
sawahnya. Dengan rasa tanggungjawabnya, ia berusaha membuat penghalang untuk
menghalangi air sungai tersebut, berulangkali ia menghentikan laju air namun
tetap tidak kuat menahan air bah tersebut. Dan pada akhirnya dirinya sendiri
digunakan sebagai penghambat laju air bah untuk menahan pematang sawah yang
sudah mulai jebol. Siang malam ia tetap kokoh menjadi penghambat laju air untuk
satu tujuan yakni mempertahankan sawah yang digarapnya sebagai bentuk ketaatan
dan bakti kepada sang guru. Hingga akhirnya Bhagawan Dhomya menyaksikan
perjuangan sang Arunika, kemudian beliau menyuruh sang Arunika untuk bangun.
Bhagawan Dhomya bersabda ‘bangunlah engkau sang Arunika, mulai saat ini namamu
adalah sang Uddalaka, karena menelentangkan tubuhmu didalam air sebagai tanda
bhakti kepada gurumu.
Setelah menguji sang Arunika,
kemudian Bhagawan Dhomya menguji sang Utamanyu dengan menyuruhnya
menggembalakan lembu. Berhari-hari sang Utamanyu menggembalakan lembu tanpa
berbekal makanan, hingga akhirnya ia kelaparan tidak mampu menahan rasa
laparnya. Sang Utamanyu kemudian meminta-minta makanan kepada penduduk, hasil
meminta-minta tersebut ia makan sendiri tanpa diserahkan kepada gurunya. Akhirnya
diketahuilah tingkah laku sang Utamanyu oleh Bhagawan Dhomya, beliau bersabda “Anakku
sang Utamanyu!! Tingkah laku seorang murid yang berbakti kepada gurunya adalah
menyerahkan apa yang didapatnya kepada gurunya terlebih dulu, semua hasil dari
meminta-minta tidak pantas menjadi makananmu”. Sang Utamanyu kemudian meminta
maaf atas segala kesalahan dan memberi hormat kepada gurunya. Keesokan harinya
ia mulai menggembalakan lembu kembali dan ia meminta-minta makanan lagi
kemudian hasil meminta-minta tersebut diserahkan kepada gurunya terlebih dahulu,
namun selama menggembalakan lembu, sang Utamanyu kembali meminta-minta untuk
dimakannya sendiri. Prilaku sang Utamanyu kemudian dilarang oleh gurunya, karena
dianggap loba dengan meminta-minta kedua kalinya. Dengan penuh keputusasaan
sang Utamanyu yang menahan lapar akhirnhya melanjutkan menggembala lembu
tersebut, untuk mengatasi rasa laparnya, ia meminum susu sisa dari anak lembu
yang menyusu kepada induknya. Hal inipun diketahui oleh Bhagawan Dhomya,
beliaupun akhirnya berkata kepada muridnya “Aduh anakku sang Utamanyu, tidak
pantas tingkah lakumu, tidak sepantasnya seorang murid mengambil sesuatu yang
menjadi milik gurunya”.
Baca juga :
Sang Utamanyu kembali
melanjutkan tugasnya, mulai saat ini ia memutuskan untuk tidak lagi meminum
susu sisa dari anak lembu yang menyusu kepada induknya, namun ia menjilati busa
yang keluar dari mulut anak lembu yang habis menyusu, dengan cara itulah ia
mencoba menghilangkan rasa laparnya. Ketika pulang dari menggembalakan lembu, Bhagawan
Dhomya bertanya kepada Utamanyu, apa yang menjadi makanannya ketika
menggembalakan lembu, Utamanyu menjawab bahwa yang menjadi makanannya adalah
busa yang telah jatuh ketanah. Bhagawan Dhomya kemudian berkata “tidak
sepantasnya itu menjadi makananmu, karena anak lembu tahu akan rasa laparmu,
maka ia berbelas kasihan terhadapmu dengan memuntahkan air susu yang menjadi
makanannya, walaupun itu berupa busa tidak sepantasnya engkau turut menikmati
makanan orang lain. Yang tidak patut menjadi penghidupanmu tidak sepantasnya
engkau nikmati, karena akan membuat anak lembu menjadi kurus”. Sang Utamanyu
kemudian menyembah, keesokan harinya ia melanjutkan tugas untuk menggembalakan
lembu, karena rasa lapar ia memakan getah daun waduri yang rasanya panas, hal
ini mengakibatkan matanya menjadi buta sehingga tidak mengetahui arah
lembu-lembunya. Sang Utamanyu berusaha terus berjalan hingga akhirnya ia
terperosok dan jatuh kedalam sumur tua yang mati. Sore harinya kawanan lembu
itu pulang kekandangnya tanpa didampingi Utamanyu, hal ini diketahui Bhagawan
Dhomya dan kemudian bergegas mencari muridnya. Ditemukanlah sang Utamanyu di
sumur yang kering, Bhagawan Dhomya bertanya kenapa hingga bisa terjadi seperti
ini, Utamanyupun menceritakan semua yang dialaminya. Akhirnya Bhagawan Dhomya
menganugrahkan mantra Dewa Aswino untuk diucapkan, akhirnya Sang Utamanyu
sembuh dan diberikan anugrah ilmu yang sempurna oleh sang Guru. Kemudian ujian
dilanjutkan lagi oleh Bhagawan Dhomya dengan menguji sang Weda. Ia disuruh
tinggal didapur untuk menyediakan segala hidangan kepada sang Guru.Sang Weda
melakukan seluruh tugas-tugasnya dengan kepatuhan, dan kesungguhan sebagai
wujud bakti pada sang Guru. Ia selalu mampu melaksanakan segala tugas yang
diberikan, hingga gurunya benar-benar merasa puas atas bhaktinya, kemudian ia
diberi anugrah ilmu yang sempurna.
Unsur
intrinsik Bhagawan Domya
1. Tokoh : bagawan domya, sang utamanyu,
sang arunika (sang uddhalaka) , sang weda
2. Penokohan :
sang arunika (sang uddhalaka) :
tanggungjawab tekéning napi sané katugasin, mabudhi luhur tur bakti kapining
guru
sang utamanyu : loba, matindak sedurung
makenehang, subakti ring guru
sang weda : subakti ring guru
bagawan domya : baik hati kepada semua
muridnya
-
Tempat :
1. ring
sawah, seperti pada kutipan :
Kramanya
denira mariksa : sang Arunika kinonira yaça sawaha rumuhun,
Kamenanira wehana ri
sang hyang Dharma Çastra,
Yatna
ta sang Arunika ngulahaken sakra maning sawah,
Ginawayaken ira.
Artinya :
Beliaupun berkata “ engkau sang Arunika
akan ku tugasi engkau bekerja di sawah”,
Sebelumnya engkau telah diberikan ilmu
pengetahuan,
Akan engkau gunakan dalam bekerja
mengolah sawah,
Yang akan engkau perbuat.
2. Ring
séméré, seperti pada kutipan :
Hana ta ya sumur mati,
Ngkana ta siran tiba
kale buing sumur,
Apan tan panoning marga
sira.
Artinya :
Ada sebuah sumur yang kering tanpa air,
Disanalah beliau jatuh kedalam sumur
yang tanpa air itu,
Beliau tidak melihat jalan karena buta
-
Waktu :
1. pagi
hari seperti pada kutipan :
Ri saka tambay enjing
mahwan ta ya mwah tatan pamangan sira
Artinya : keesokan harinya saat pagi
hari, kembali beliau mengembala sapi dan beliau tidak makan apa-apa.
2. Sore
hari seperti pada kutipan :
Sore pwekang kala, mulih tekang
wrsabha tan hana ngiring mareng kandangannya.
Artinya : pada saat sorenya, kembalilah
lembu tersebut tanpa ada pengembalanya ke kandangnya.
-
Suasana : -
4. Alur : maju
5. Amanat :
seorang
guru pasti akan memberikan suatu petuah atau nasehat kepada muridnya yang
pastinya akan berguna nantinya dalam menjalankan hidup sehingga berbaktilah
kepada gurumu. Dalam ajaran agama hindu terdapat empat guru yang patut kita
muliakan dan patut kita hormati yang disebut dengan catur guru yakni guru
rupaka atau orang tua kita sendiri, guru pengajian atau guru kita disekolah,
guru wisesa atau pemerintah dan guru swadiyaya yakni tuhan yang maha esa.
6. Sudut pandang : Orang ketiga pelaku
utama
Comments
Post a Comment