Jurnal Etika Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Kepada Anak Dalam Hindu
JURNAL ETIKA ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN
PENDIDIKAN KEPADA ANAK DALAM AGAMA HINDU
Oleh : Gede Rama Sudarsana
Abstract
All
parents hope to be blessed with a child by God Almighty. Suputra children in Itihasa
and Purana give us a lesson that devotion to parents gives a great reward if
done with sincerity. In Canakya Nitisastra it is mandated that the suputra
child is a family light that will provide happiness for the family, especially
the elderly. In this regard parents should provide understanding and early
education to their children so that later they will have knowledge and
attitudes based on dharma.
Abstrak
Semua
orang tua berharap diberkahi seorang anak oleh Tuhan Yang Maha Esa. Anak-anak
suputra dalam Itihasa dan Purana memberikan kita pelajaran bahwa bhakti kepada
orang tua memberikan pahala yang besar jika dilakukan dengan ketulusan. Dalam
Canakya Nitisastra diamanatkan bahwa anak suputra adalah cahaya keluarga yang
akan memberikan kebahagiaan bagi keluarga terutama orang tua. Berkenan dengan
hal tersebut hendaklah orang tua memberikan pemahaman dan pendidikan sejak dini
kepada anak-anak mereka agar nantinya memiliki pengetahuan dan sikap yang
berdasarkan dharma.
I.
PENDAHULUAN
Anak
dalam pandangan agama Hindu merupakan penyelamat bagi orang tua dan para
leluhur. Setiap orang tua tentu mengharapkan lahirnya seorang anak yang
suputra, seorang anak yang berwatak dan berkarakter baik, berbakti kepada orang
tua dan leluhur serta taat pada ajaran agama. Anak-anak suputra dalam Itihasa
dan Purana memberikan kita pelajaran bahwa bhakti kepada orang tua memberikan
pahala yang besar jika dilakukan dengan ketulusan. Dalam Canakya Nitisastra
diamanatkan bahwa anak suputra adalah cahaya keluarga yang akan memberikan
kebahagiaan bagi keluarga terutama orang tua. Karena satu anak suputra yang
memiliki kepribadian utama lebih baik dari pada banyak anak tapi menyebabkan
kesengsaraan kepada keluarga. Namun, hal ini tidak selamanya berbanding lurus
seperti yang kita harapkan. Pada era globalisasi ini, banyak pengaruh negatif
yang dibawa bersama dengan pesatnya kemajuan teknologi, yang secara tidak
langsung mempengaruhi perkembangan perilaku individu ke arah yang tidak sesuai
dengan ajaran etika Hindu. Era globalisasi menimbulkan dampak sosial yang
bervariasi disetiap daerah, tergantung dari kearifan lokal mengantisipasi
dampak negatif yang ditimbulkan modernisasi tersebut. Tetapi ada beberapa
sektor yang dipandang penting untuk mendapatkan perhatian, 57 khususnya pada sektor
pembinaan anak-anak calon generasi penerus bangsa. Karena anak-anak adalah aset
bangsa yang paling rawan dipengaruhi oleh unsur negatif pada perkembangan
teknologi dan arus globalisasi ini. Penyimpangan prilaku anak kini sudah sampai
ke kota-kota kecil, sehingga membuat para masyarakat merasa gelisah dan
prihatin kepada prilaku anak dijaman ini. Mendidik anak di tengah arus
globalisasi ini, tentu tidak mudah bagi orang tua. Pastinya ada banyak
tantangan yang membutuhkan konsistensi dan kiat yang keras untuk membangun
watak anak yang memiliki etika atau perilaku yang baik. Selain orang tua dan
keluarga, lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh pada perkembangan anak.
Maka dari itu orang tua harus mengawasi anaknya dalam pergaulan, agar anak
tidak salah dan menyimpang dari nilai-nilai pendidikan etika Hindu yang telah
ditanamkan sejak kecil. Namun, apapun kendalanya orang tua harus tetap
berkenyakinan dan berusaha untuk menagatasi minatnya tersebut, demi masa depan
anak yang lebih baik. Maka dari itu peran orang tua sangatlah berpengaruh besar
dalam pengembangan prilaku anak (Diantari, 2017: 56-57).
Baca juga :
II.
PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan Dan Kewajiban Orang
Tua Terhadap Anak Menurut Konsep Hindu
Suami
istri mempunyai tugas dan tanggungjawab yakni, memelihara, melindungi,
membesarkan, membimbing dan mengarahkan anak yang telah dilahirkan itu sehingga
menjadi dewasa dan mandiri. Semua tugas dan tanggungjawab itu bersifat kodrat,
sehingga tidak dapat dielakkan atau diabaikan oleh mereka yang berstatus
sebagai orang tua. Jadi dengan kata lain kehadiran seorang anak di dalam
keluarga menjadikan seseorang dapat berperan menjadi orang tua (Subagia, 2017:
83-84). Adapun kewajiban orang tua kepada anak menurut ajaran agama Hindu yaitu
:
1)
Oran tua berkewajiban menyekolahkan anak
pada umur tertentu, bila hal itu tidak dilakukan maka anak diancam "kapatita" dikeluarkan dari anggota
masyarakat dan dilarang untuk mengucapkan mantra sawitri.
2)
Orang tua berkewajiban dan
bertanggungjawab atas perkawinan anaknya. Untuk itu orang tua harus memilih
calon menantu yang akan dikawinkan untuk anaknya. Bila sampai lewat umur anak
itu belum kawin maka orang tuanya kehilangan hanya atas pengurusan anaknya.
2.2 Sloka dan Kutipan Yang Memiliki
Konsep Mendidik Anak Dalam Ajaran Hindu
Dalam
kitab agama Hindu banyak pula sloka-sloka maupun kutipan yang berisikan
pendidikan dan ajaran dalam mendidik seorang anak seperti pada kitab
Sarasamuscaya maupun kitab Niti Sastra.
a.
Dalam kitab Sarasamuscaya sloka 240
dijelaskan sebagai berikut :
apan lwih têmên bwatning ibu,
sangkeng bwatning lêmah, katwangana, tar bari-barin kalinganya, aruhur têmên
sang bapa sangke langit, adrs têmên ang manah sangkeng banyu, akweh têmên
angênangên sangkeng dukut.
Artinya
: sebab jauh lebih berat kewajiban ibu dari pada beratnya bumi; karenanya patut
dihormati beliau dengan sungguh-sungguh, tanpa ragu-ragu; demikian pula lebih
tinggi penghormatan kepada bapa daripada tingginya langit, terlebih deras
jalannya pikiran daripada jalannya angin, terlebih banyak adanya angan-angan
daripada banyaknya rumput.
Beban
seorang orang tua sangatlah berat dalam mendidik anaknya. Jika orang tua salah
mendidik anaknya maka hal yang kurang baik akan dapat dengan mudah mempengaruhi
prilaku seorang anak seperti minum minuman beralkohol, merokok, mencuri, maupun
hal buruk lainnya. Seperti kata pepatah "kesuksesan anak ada ditangan
kedua orang tuanya" dengan pepatah tersebut dapat kita ketahui bahwa peran
seorang ayah maupun ibu sangat berpengaruh besar dalam kehidupan anaknya.
b.
Dalam kitab Niti Sastra sargah I.12
dijelaskan sebagai berikut :
tingkahning suta mànuténg bapa
gawénya mwang gùna pindanên ton tang matsya wihanggamékana si kurménaknya noréniwö
ring minéka rinaksanéka dinêlö ng andanya tan sparsanan ring kùrmékana ng anda
yéningêt ingêt tan ton tuhun dyànaya (Niti sastra)
Artinya
: prilaku anak biasanya mengikuti jejak ayahnya, meniru perbuatan dan
kecakapannya. Lihatlah ikan, burung dan kura-kura. Tidak ada diantaranya yang
mendidik anak-anaknya. Ikan menjaga telurnya hanya dengan dilihatnya, tidak
pernah dirabanya. Kura-kura hanya dengan mengingat tempat telurnya, tidak
dilihatnya dan hanya ditungguinya dengan bermenung-menung.
Manusia
berbeda dengan binatang, manusia memiliki akal budi sedangkan binatang tidak. Binatang
tumbuh dan berkembang secara alami, induk mereka hanya memberi makan kepada
mereka agar bisa hidup. Bakat dan prilaku mereka akan tumbuh secara alami,
mereka tidak perlu memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anaknya. Namun
manusia tidaklah seperti binatang. Manusia membutuhkan pendidikan yang baik.
Mereka akan menjadi orang sebagaimana didikan dari orang tua atau gurunya.
Sebagaimana kiasan dalam peribahasa Indonesia yang mengatakan "buah jatuh
tidak jauh dari pohonnya" begitulah, prilaku anak biasanya mengikuti jejak
ayahnya, meniru perbuatan dan kecakapannya. Oleh karena itu orang tua harus
bisa memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya.
Baca juga :
Baca juga :
c.
Dalam kitab Niti Sastra Sargah IV.20
dijelaskan sebagai berikut :
tingkahining sutasásanéka kadi
rája-tanaya ri sêdêng limang tahun. sapta ng warsa wara hulun sapuluhing tahun
ika wurukén ring aksara. Yapwan sodasawarsa tulya wara mitra tinaha-taha dénta
midana. Yan wus putra suputra tinghalana solahika wurukên ing nayénggita.
Artinya
: anak yang sedang berumur lima tahun, hendaknya diperlakukan seperti anak
raja. jika sudah berumur tujuh tahun, dipelajari membaca. Jika sudah enam belas
tahun diperlakukan sebagai sahabat; kalau kita mau menunjukkan kesalahannya,
harus dengan hati-hati sekali. Jika ia sudah beranak, diamat-amati saja
tingkahnya; kalau hendak memberi pelajaran kepadanya, cukup dengan gerak dan
alamat.
Sloka
diatas merupakan gambaran dari metode pendidikan dalam ajaran agama Hindu. Para
Rsi pada zaman dahulu sebenarnya sudah memahami tentang metode ataupun
teknik-teknik pembelajaran dan pendidikan. Menurut Canakya, anak-anak hanya
boleh dimanjakan sampai pada usia lima tahun. Pada usia tersebut anak harus
diperlakukan seperti layaknya seorang raja. Semua kebutuhannya harus dilayani
oleh orang tua mereka. Setelah itu menginjak usia enam tahun hingga lima belas
tahun anak harus dilatih dengan cara disuruh untuk melakukan sesuatu. Disini
anak diperlakukan seperti layaknya seorang pelayan atau pegawai. Anak diajari
untuk bekerja dengan memulai dari hal-hal yang kecil seperti seperti
membersihkan kamar tidurnya sendiri, menyapu halaman, dan lain-lain. Jika ia
melakukannya dengan baik harus diberi pujian, sebaliknya jika ia bersalah
haruslah diberikan hukuman namun dengan hukuman yang mendidik anak bukan
hukuman yang keras seperti menghukum penjahat.
d.
Dalam Canakya Nitisastra sargah II.12
dijelaskan sebagai berikut :
lálanád bahawo dosás tádane bahawo
gunáh |
atas chátras ca putras ca tádayen
na tu lálayet ||
Artinya
: anak yang dididik dengan cara memanjakan akan menjadi durhaka dan jahat.
Sedangkan dengan memberikan hukuman-hukuman ia akan menjadi baik. Oleh karena
itu, didiklah putra putri dan murid-murid anda dengan cara memberikan
hukuman-hukuman yang mendidik jika iya memiliki kesalahan dan tidak dengan
memanjakannya.
III.
SIMPULAN
Anak
dalam pandangan agama Hindu merupakan penyelamat bagi orang tua dan para
leluhur. Setiap orang tua tentu mengharapkan lahirnya seorang anak yang suputra.
Suami istri mempunyai tugas dan tanggungjawab yakni, memelihara, melindungi,
membesarkan, membimbing dan mengarahkan anak yang telah dilahirkan itu sehingga
menjadi dewasa dan mandiri. Semua tugas dan tanggungjawab itu bersifat kodrat,
sehingga tidak dapat dielakkan atau diabaikan oleh mereka yang berstatus
sebagai orang tua. Dalam kitab agama Hindu banyak sloka-sloka yang berisikan
pendidikan dan ajaran dalam mendidik seorang anak seperti pada kitab
Sarasamuscaya maupun kitab Niti Sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Diantari,
Ni Nengah. 2017. Peran Orang Tua Dalam
Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Etika Hindu Di Desa Pakraman Tanggahan Peken
Kecamatan Susut Kabupaten Bangli. Denpasar : E-jurnal Fakultas Dharma
Acarya IHDN Denpasar
Miswanto.
2015. Kekawin Niti Sastra Teks,
Terjemahan, dan Komentar. Surabaya : Paramita
Kadjeng,
I Nyoman. 2006. Sarasamuçcaya.
Pemerintah Provinsi Bali
Subagia,
I Nyoman. 2017. Kedudukan Orang Tua Dan
Anak Dalam Komunikasi Keluarga. Denpasar : Jurnal Kalangwan IHDN Denpasar


Comments
Post a Comment